PENDIDIKAN OBAT SEPUTAR SWAMEDIKASI GUNA AKSELERASI PENINGKATAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL (POR)

2020-03-07

Gerakan GeMa CerMat yaitu Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat adalah gerakan yang berguna untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional secara paripurna. Setiap tahunnya peningkatan penggunaan obat rasional atau POR terjadi. Di tahun 2015 persentase POR di Puskesmas telah mencapai 70,64% dari target yang dicanangkan sebesar 62% (Dinkes,2015). Setiap tahun target yang direncanakan selalu mengalami peningkatan. Untuk tahun 2018 dan 2019 target yang dicanangkan sebesar 68% dan 70%. Hal ini sejalan dengan UU No.36 tahun 2009 Pasal 104 yang berbunyi penggunaan obat dan obat tradisional harus dilakukan secara rasional. Belum sampainya 100% persentase POR di Indonesia tentulah bukan hal yang baik. Diperlukan tindakan yang dapat membantu akselerasi peningkatan POR serta mengeliminasi tindakan yang dapat mengganggu tercapainya POR di masyarakat. POR memiliki beberapa kriteria yang terdiri atas ketepatan pemilihan obat,ketepatan dosis obat,tidak adanya efek samping,tidak adanya kontraindikasi,tidak adanya interaksi obat dan tidak adanya polifarmasi (Depkes RI,2008). Bila penggunaan obat dilakukan di bawah pengawasan dari tenaga kesehatan, tentunya penyimpangan kriteria POR tidak terjadi. Akan tetapi, dewasa ini masyarakat cenderung memiliki kemampuan untuk mengobati diri sendiri yang dikenal dengan istilah swamedikasi. Menurut laporan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2012, sebanyak 44,14% masyarakat Indonesia berusaha melakukan swamedikasi. Swamedikasi merupakan tindakan mengobati semua keluhan pada diri sendiri dengan obat-obatan sederhana yang dapat dibeli di apotek atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa nasehat dokter (Rahardja,2010). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2013, sebanyak 35,2% rumah tangga di Indonesia menyimpan obat untuk swamedikasi. Swamedikasi hanya dapat dilakukan untuk keluhan ringan seperti flu,batuk, atau diare. Dengan adanya kemampuan swamedikasi, membuat individu lebih cepat sembuh karena tidak perlu berobat ke Rumah Sakit ataupun pusat pelayanan kesehatan lainnya. Meskipun swamedikasi memiliki dampak positif terhadap percepatan penyembuhan, masalah baru terkait POR tidak dapat dipungkiri. Agar penyimpangan kriteria POR dapat diminimalisir, diperlukan tindakan pencegahan berupa promosi kesehatan. Menurut Pasal 8 UU No.36 tahun 2009 disebutkan bahwa setiap orang berhak memperoleh informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab. Promosi kesehatan berwujud penyuluhan serta penyebarluasan informasi ke masyarakat merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Hal ini sebagaimana tertuang pada UU No.36 tahun 2009 Pasal 62 ayat 1. Sebelum dikenal dengan istilah promosi kesehatan, istilah ini dikenal sebagai Pendidikan kesehatan (Widodo,2014). Menurut WHO, Pendidikan kesehatan adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu maupun komunitas dengan cara memberikan pengetahuan kesehatan atau mengintervensi kebiasaan individu/komunitas tersebut. Hasil konsensus para ahli pelayanan kesehatan internasional yang berjumlah sekitar 62 orang, Pendidikan kesehatan adalah elemen penting dalam promosi kesehatan karena dapat meningkatkan pemeliharaan kesehatan dan mengurangi kebiasaan beresiko (Whitehead,2008). Dari segi metode, pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan pendekatan perorangan, kelompok atau massa (Notoadmojo 2012). Pendekatan perorangan dapat dilakukan saat tenaga kesehatan dan pasien tengah berhadapan saat konsultasi. Pendekatan kelompok dilakukan dengan kelompok diskusi dengan jumlah anggota yang tidak lebih dari 10. Sedangkan untuk pendekatan massa, promosi kesehatan
dilakukan tenaga kesehatan di depan audiens yang jumlahnya bisa puluhan, ratusan atau bahkan lebih dari ribuan. Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan dipengaruhi beberapa faktor yaitu tingkat pendidikan,sosial ekonomi, Adat Istiadat,kepercayaaan masyarakat, dan ketersediaan waktu masyarakat (Saragih,2010).Bila diperhatikan di masyarakat, promosi kesehatan yang kerap dilakukan adalah seputar kebiasaan hidup sehat, kebersihan gigi dan mulut atau kesehatan reproduksi, serta pencegahan penyalahgunaan obat. Materi tentang penyalahgunaan obat dilakukan mengingat kondisi Indonesia yang sedang darurat penyebaran Narkoba. Padahal materi tentang obat
lainnya seperti swamedikasi yang telah dibahas sebelumnya juga tidak kalah penting. Tenaga kefarmasian memegang peran utama dalam pelayanan informasi obat. Hal ini disebutkan pada UU No.36 tahun 2009 pasal 108 yang berbunyi “Praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan informasi obat…”. Senada dengan bunyi pasal 48 Ayat 1 poin n UU No.36 tahun 2009 bahwa pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan adalah salah satu upaya penyelenggaraan kesehatan. Pendidikan kesehatan seputar swamedikasi merupakan contoh dari Pendidikan Obat. Persentase pelaksanaan swamedikasi yang hampir mendekati lima puluh persen dari total populasi, membuat promosi kesehatan seputar ini tentulah wajib dilakukan. Pendidikan obat seputar swamedikasi harus dilakukan kepada masyarakat terutama yang memiliki akses terhadap informasi penggunaan obat, yaitu masyarakat pengguna internet karena semua informasi tersedia di internet.

    Masyarakat pengguna internet ini termasuk di dalamnya para pelajar. Pelajar saat ini dapat mengakses informasi yang dibutuhkan dimanapun dan kapanpun. Sebab itulah tenaga kefarmasian harus mampu menjalankan peran pengamanan dengan memberikan edukasi. Berdasarkan dimensi pelaksanaanya Pendidikan kesehatan di sekolah dalam pelaksanaannya dapat diintegrasikan dalam UKS, PMR atau bahkan kurikulum juga mata pelajaran
(Widodo,2014). Pelajar adalah sasaran yang tepat untuk promosi kesehatan tentang swamedikasi. Materi harus disampaikan dengan bahasa sederhana yang mudah dipahami pelajar. Pelajar yang dapat diberikan promosi kesehatan obat tak sebatas hanya pelajar SMA, bisa pula hingga tingkat PAUD asalkan informasi yang disampaikan sesuai dengan kemampuan pemahaman pelajar di tingkat itu. Misal untuk PAUD dapat diajarkan seputar obat-obatan yang dapat digunakan saat mengalami luka tergores, atau untuk tingkat SMA diberikan informasi yang lebih advance misal dosis paracetamol untuk meredakan demam agar kriteria POR terpenuhi. Setelah mendapatkan pengetahuan di sekolah, tentunya pelajar diharapkan dapat membagi informasi yang di dapat ke anggota keluarga yang lain agar swamedikasi dapat berjalan dengan tepat,efektif, dan aman.

Pendidikan obat di sekolah sebaiknya dilakukan dengan metode sokratif yaitu dua arah. Pendidikan obat di sekolah terutama tentang swamedikasi dapat membantu mewujudkan tercapainya target Penggunaan Obat Rasional di Indonesia.Bila masyarakat terutama pelajar sebagai generasi penerus bangsa memahami tentang swamedikasi yang tepat, pastinya penyimpangan kriteria POR dapat diminimalisir karena pelajar tersebut akan menyampaikan informasi yang didapatnya ke anggota keluarganya atau ke lingkungan di luar sekolah. Oleh karena itu Pendidikan Kesehatan tidak bisa hanya sebatas kebersihan gigi dan mulut, kesehatan reproduksi ataupun kebiasaan hidup sehat. Pendidikan Obat juga merupakan hal penting yang harus dilaksanakan demi akselerasi peningkatan Penggunaan Obat Rasional guna menjamin keamanan dan keefektifan penyembuhan masyarakat karena sehat adalah Hak Asasi semua manusia.


DAFTAR ACUAN
Depkes RI. 2008. Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan Dan Keterampilan Memilih Obat
Bagi Tenaga Kesehatan.Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Tantangan dalam Pelayanan Kefarmasian. Buletin
Infarkes Agustus 2016.
Garcia. (2017). Health education at the university: needs and current challenges. Diakses 30
Agustus 2018 di sciencedirect.com
Hwang,Huei. 2018. Competency in delivering health education: A concept analysis. Journal of
Interprofessional Education & Practice 11 (2018) 20e25
Sanchez.2018. Effectiveness evaluation of the school-based drug prevention program
#Tamojunto in Brazil: 21-month follow-up of a randomized controlled trial.Diakses 31
Agustus 2018 di sciencedirect.com
Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Diakses pada 30 Agustus 2018 di
binfar.depkes.go.id
Whitehead D. An international Delphi study examining health promotion and health education
in nursing practice, education and policy. J Clin Nurs 2008;17(7):891e900.http s:/ /doi. org/10.
11 1 1 /j.1 365-2702.2007.02079.x.
Widodo, Bintoro.2014. Pendidikan Kesehatan dan Aplikasinya di SD/MI.